Orang Jujur selalu menang
Ilustrasi: Ingatan 


Sebelum masuk pada pembahasan hikmah yang dimaksud, ada baiknya pembaca meluangkan beberapa menit untuk membaca karya puisi milik salah satu siswi SMP Jembatan Budaya yang ditulis oleh Hanna dalam buku Antologi puisi berjudul Melliflous (merdu) yang telah diterbitkan oleh GMB-Indonesia pada tahun ini. Berikut puisinya, selamat mendalami...

Perjuangkan Dia Yang Memperjuangkanmu
Karya: Hanna Chrysantha Sukmana

Dia yang tidak menghargaimu,
Laykanya kehilanganmu,
Mengapa engkau masih memperjuangkan dia,
yang sedang tidak peduli dengan dirimu,

Yang terbaik tidak akan menghilang
Jika dia menghilang,
Maka dia bukanlah yang terbaik,
Jika menghilang membuatmu senang,

Maka menghilanglah sampai hidupmu dipenuhi tawa
Aku tidak akan mengganggu,
Setelah dikecewakan,
Akan sulit dipercaya lagi,

Pikiran merasa sangat lelah,
Begitupun hati yang merasakan patah,
Kalau ada yang salah dari aku tolong bantu perbaiki,
Bukannya malah mencaci maki,


     Setelah kita membaca puisi diatas tentu masing-masing dari kita memiliki sudut pandang dan interprestasi yang berbeda atau bahkan juga bisa serupa. Jika pembaca bertanya dari sudut pandang saya pribadi, tentu puisi ini lebih mengarah pada perasaan kecewa karena ditinggal pergi oleh orang yang selama ini dia perjuangkan dengan segenap tulusnya, puisi ini berbau asmara, romantisme atau percintaan. Namun perlu digaris bawahi bahwa penulisnya sendiri yang lebih bisa memahami apa yang dia tulis, dalam penafsiran saya mungkin masih sangat rentan dalam kesalahan penafsiran. Puisi yang terdiri dari empat bait ini, yang dapat pembaca temui langsung dalam buku Melliflous karya bersama siswa-siswi SMP Jembatan Budaya yang kalau tidak salah terbit tahun ini. Ada yang menarik dalam karya puisi diatas, yang bahkan menjadi daya tarik mata saya untuk berulang-ulang membacanya, lebih tepatnya pada bait pertama dan kedua. Pada bait pertama puisi tersebut berbunyi:
        
Dia yang tidak menghargaimu,
Layaknya kehilanganmu,
Mengapa engkau masih memperjuangkan dia,
yang sedang tidak peduli dengan dirimu,

       Berbicara kehilangan, saya adalah salah satu korban yang pernah mengalami kehilangan dan tidak menutup kemungkinan pembaca juga pernah mengalami perihal kehilangan ntah kehilangan dompet, berkas, kunci motor atau bahkan peliharaan. Tapi, jangan sampai berkecil hati yang hanya akan menumbulkan cerita-cerita sedih dan membuat kita makin dekat dengan yang namanya keterpurukan karena saking overnya kita memikirkan yang ada malah nyakitin hati. Jika kita membaca buku-buku para pemikir besar seperti kaum Stoa di Yunani, mereka pernah mengatakan bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa kita kendalikan dan ada juga hal yang bisa kita dikendalikan. Contoh hal yang tidak bisa kendalikan seperti angin, musim, iklim, gempa dan bahkan hati manusia sebab hati manusia hanya dirinya sendiri yang mengendalikan dengan Dzat yang menciptakannya. jadi ketika hati sesesorang yang kita anggap sebagai harapan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, maka anggaplah hal tersebut sebagai suatu kewajaran dan terimalah dengan segala keikhlasan, sebab itu salah satu cara Tuhan menjadikan pribadi kita untuk belajar hidup jauh lebih baik. Jangan sampai kita mati-matian memperjuangkan apa yang hilang dan menjauh dari kita kecuali patut kita sedihkan dan perlu kita perjuangkan ketika kita sudah kehilangan keimanan, kejujuran, martabat dan harga diri. Jadi jangan pernah ada penyesalan selama itu sifatnya tidak begitu subtansial. Jika memang benar yang dimaksud dalam puisi tersebut adalah kehilangan kekasih maka jangan sampai menyesali, karena hal tersebut diluar kendali. dia yang sukarela akan datang dengan cara yang lebih baik dan bertahan dengan ketulusan sebaik-baiknya perasaan tulus. jadi jangan terlalu dipusingkan perkara-perkara kehilangan yang tidak begitu jelas urgensinya. dibait kedua tidak kalah menarik dengan bait pertama. begini bunyi penggalan puisinya:

Yang terbaik tidak akan menghilang
Jika dia menghilang,
Maka dia bukanlah yang terbaik,
Jika menghilang membuatmu senang,

Secara subjektif, tentu yang terbaik tidak akan hilang. Lebih tepatnya adalah yang terbaik tidak akan pernah pergi. dan perlu kita sepakati bersama (jika perlu), bahwa puncak dari kita mencinta sesuatu adalah keikhlasan (apapun itu, tidak hanya soal perbucinan). Ketika kita ikhlas pada apa yang kita jalani semua akan terasa ringan dan hidup seperti dibimbing langsung oleh Tuhan. dan jikapun yang terbaik menurut kita itu hilang berarti dia bukanlah yang terbaik menurut semesta dari apa yang Tuhan rencanakan atas kehidupan ini (dia bukanlah yang terbaik). Bukankah dunia tentang dua hal, datang dan pergi. seharusnya kita jangan lupakan dua hal ini. Memang sepele kedengarannya, namun bagi yang tidak siap menjalani akan banyak hal-hal yang tidak bisa kita kontrol yang akan menimpa kita, seperti misalnya depresi, stress, trauma dan segala kata serupanya. Jadi, jalani setiap momentum dan kenangan sebagai suatu hikmah untuk kita belajar menuju hari-hari yang baik dihadapan seonggok daging bernama manusia. Jadilah manusia...


Redaksi: Merawatingat
Puisi Karya Hanna Chrisantha Sukmana




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama